Bismillahirrahmanirrahiim…
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Mungkin angin tetap berhembus tak peduli walau keras ia menabrakku.
Mungkin lantai tetap dingin walau ku duduk di atasnya. Mungkin juga kamu tak
tersenyum ketika berpapasan denganku.
Aku berasal dari keluarga bahagia di salah satu sudut
perumahan kota Medan. Rumah kecil yang dihuni empat orang yang kini hanya
berpenghuni tiga karena aku merantau untuk menggapai mimpi.
Perlu kutekankan kalau aku bukan siapa-siapa. Hanya sebuah
ruh yang dititipkan sepaket jasad untuk melakukan kebaikan.
Biru adalah warna kesukaanku. Warna yang mencerminkan sifat
lembut dan sendu (walau aku tak sepenuhnya begitu).
Hari-hariku tentu diwarnai keceriaan seperti pelangi tanpa
ujung. Seperti hari-harimu. Juga tentu ada ujian seperti badai tanpa kepastian.
Juga seperti hidupmu. Tentu, karena kita hidup di dunia. Bukan Surga. Bukan Neraka.
Belum.
Jika ditanya cita-cita, aku menginginkan Surga-Nya,
Ridho-Nya, Cinta-Nya… tapi untuk menggapainya aku menjalani proses-proses itu. Dekat,
jauh. Ghirah, futur. Semangat, lesu. Untuk itulah aku, juga kita, memerlukan
sahabat, yang mengingatkan akan salah, yang mendukung akan benar.
Aku mencintai Ibuku. Wanita yang paling mengerti diriku. Yang
paling tegar menjalani hidup. Yang membuatku selalu merasa kurang dan
mencintainya saja tidak cukup.
Adik-adikku sedang masa pertumbuhan. Sedang lucu-lucunya. Sedang
mengenyam bangku sekolah. SMA dan SD. Aku bangga akan mereka. Yang mau
mengupgrade diri dengan organisasi, dan yang selalu ceria menemani Ibuku yang
sendiri menghidupi kami. Aku juga berusaha untuk membahagiakannya, dengan
caraku sendiri. Di tanah yang berbeda dengan tempat Ibuku menguras peluh.
Masa muda ini ingin kuhabiskan dengan karya. Karena hal itu
akan ditanyakan untukku, untuk kita, di masa yang pasti terjadi. Bukan masa
tuaku. Apalagi kanak-kanakku yang tak seberapa ingat.
Hmmm… aku rasa cukup sampai di sini perbualanku. Dan… entah
mengapa rasanya angin melambatkan ritme derunya dan mengusap halus pipiku. Lantai
juga, rasanya sedikit hangat setelah kududuki untuk menulis perkenalanku ini. Hmmm,
apakah kamu juga sedikit tersenyum ketika berkenalan denganku?
Oh ya, namaku. Pentingkah namaku? Setidak penting apapun
namaku, aku ingin nama pemberian orangtuaku ini menyandang suatu gelar yang akan
membanggakan mereka. Ardina Ariyanti Mapres Nasional 2015. Aamiin…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
From me to You, oh my Allah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar